Welcome to hidayah's blog..... matur thank you nggiih..

00.08 Edit This 0 Comments »
IMPLEMENTASI DAN PELEMBAGAAN, KEBIJAKAN DAN REGULASI


BAB II
PEMBAHASAN
  1. A.    IMPLEMENTASI DAN PELEMBAGAAN
Pada dasarnya mengajar adalah usaha guru untuk menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan dengan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara murid dengan lingkungan belajar untuk mencapai tujuan dari belajar itu sendiri.[1] Dengan demikian, maka seorang guru harus pintar dalam menentukan strategi yang pas untuk menyampaikan bahan pelajarannya agar dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Pengertian
Implementasi adalah pengunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya. Pelembagaan adalah pengunaan yang rutin dan pelestarian inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi.  
Tujuan
Tujuan dari implementasi adalah menjamin pengunaan yang benar oleh individu dalam organisasi. Tujuan dari pelembagaan adalah untuk mengintergrasikan inovasi dalam struktur dan kehidupan organisasi.
Metode Pembelajaran dan Media
Seorang guru haruslah bijak dalam menentukan metode dan media yang digunakannya dalam pembelajaran karena tidak semua metode tepat untuk digunakan dalam menyampaikan materi pembelajaran. Beberapa metode yang bisa diterapkan dalam pembelajaran antara lain:[2]
  1. Metode ceramah
  2. Metode tanya jawab
  3. Metode diskusi
  4. Metode demonstrasi
  5. Metode karya wisata
  6. Metode penugasan
  7. Metode bermain peran
  8. Dll
Media dalam pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam 5 macam, antara lain:
  1. Media dua dimensi tanpa proyeksi. Contoh: bagan, grafik, gambar.
  2. Media tiga dimensi tanpa proyeksi. Contoh: model, patung, benda sesungguhnya
  3. Media proyeksi. Contoh: OHP, power point.
  4. Media Audio. Contoh: rekaman pendidikan.
  5. Media Audio visual. Contoh: acara TV tentang pendidikan, video pendidikan.

Langkah-langkah Implementasi Dalam Pembelajaran
  • langkah pertama dalam pembelajaran, seorang pendidik harus menentukan tujuan pembelajaran. Contoh: mata pelajaran fikih tentang sholat, tujuan yang ditetapkan adalah siswa mengetahui dan memahami gerakan dan bacaan sholat dengan benar.
  • Setelah menetapkan tujuan yang hendak dicapai, langkah selanjutnya adalah memilih dan menentukan metode yang tepat. Contoh: untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu siswa mengetahui dan memahami gerakan dan bacaan sholat dengan benar, maka dapat digunakan metode demonstrasi dan drill.
  • Langkah selanjutnya; tentukan media yang tepat untuk pembelajaran. Misalnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu siswa mengetahui dan memahami gerakan dan bacaan sholat dengan benar dengan menggunakan metode demonstrasi dan drill, maka media yang dapat digunakan adalah model yang diperagakan oleh guru dan sebagian siswa.
  • Langkah selanjutnya yaitu menentukan evaluasi yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumya, sehingga pendidik mengetahui seberapa besar tingkat keberhasilan proses pembelajaran. Contoh: untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu siswa mengetahui dan memahami gerakan dan bacaan sholat dengan benar dengan menggunakan metode demonstrasi dan drill dan menggunakan media model yang diperagakan oleh guru dan sebagian siswa, maka bentuk evaluasi yang dapat digunakan adalah evaluasi praktek dan proses.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam implementasi
(1)   Tujuan pembelajaran
(2)   Bahan yang disampaikan
(3)   Karakteristik dari pembelajar
(4)   Alokasi waktu pembelajaran
(5)   Lingkungan
(6)   Fasilitas, media dan sumber belajar

Contoh Implementasi dan Pelembagaan dari inovasi media:
Peralihan dari media beningan (OHP) ke media power point (Komputer). Cara mengimplementasikan penggunaan media tersebut adalah dengan memperkenalkan komputer terlebih dahulu kepada guru-guru. Setelah itu, diberi tahu cara pengoperasiannya. Kemudian  memperkenalkan pembuatan power point. Setelah itu guru mengoperasikan pemakaian power point dalam pembelajaran. Setelah dievaluasi didapatkan beberapa manfaat, yaitu dinilai lebih efektif, mudah dan lebih canggih dari media beningan maka berangsur-angsur media beningan mulai ditinggalkan dan beralih ke media power point.




  1. B.     KEBIJAKAN DAN REGULASI
Pengertian Kebijakan
Menurut Thomas Dye, kebijakan ia artikan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do). Sedangkan H. Hugh Heglo mengartikan kebijakan sebagai “a course of action intended to accomplish some end,” atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Bertolak dari hal tersebut, Jones merumuskan kebijakan sebagai “…behavioral consistency and repeatitiveness associated with efforts in and through government to resolve public problems” (perilaku yang tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui pemerintah untuk memecahkan masalah umum). Dari definisi ini, maka dapat memberikan makna bahwa kebijakan itu bersifat dinamis.[3]
Menurut Hough, tahapan-tahapan kebijakan sebagai berikut:
1)      Kemunculan isu dan identifikasi masalah
Pada tahap ini dilakukan pengenalan terhadap suatu masalah atau persoalan yang memerlukan perhatian pemerintah, masalah-masalah yang memdapat tempat dalam agenda publik serta agenda resmi, serta mobilisasi dan dukungan awal bagi strategi tertentu.
2)      perumusan dan otorisasi kebijakan
pada tahap ini dilakukan eksplorasi berbagai alternatif, perumusan seperangkat tindakan yang lebih dipilih, usaha-usaha untuk mencapai konsensus atau kompromi, otorisasi formal strategi tertentu seperti melalui proses legislasi, isu pengaturan atau penerbitan arahan-arahan.
3)      implementasi kebijakan
pada tahap ini dilakukan interpretasi terhadap kebijakan dan aplikasinya terhadap kasus tertentu, serta pengembangan satu atau lebih program sebagai alternatif yang dipilih untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
4)      perubahan atau pemberhentian kebijakan.
Pada tahap ini dilakukan penghentian karena masalah telah dipecahkan, kebijakan tidak berhasil atau hasilnya dinilai tidak diinginkan, melakukan perubahan mendasar berdasarkan umpan-balik, atau mengganti kebijakan tertentu dengan kebijakan baru.

Pengertian Regulasi
Regulasi adalah "mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan." Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah.[4]

Pengertian Kebijakan dan Regulasi
Kebijakan dan regulasi adalah aturan dan tindakan dari masyarakat yang mempengaruhi penyebaran (difusi) dan pemanfaatan teknologi pembelajaran (Seels dan Richey, 2000:51). Kebijakan dan regulasi biasanya dihambat oleh permasalahan  etika dan ekonomi. Misalnya hukum hak cipta yang dikenakan pada pengguna teknologi, baik untuk teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbasis komputer, maupun teknologi terpadu/multimedia (Warsita Bambang, 2008:37-50).
Kecenderungan dan permasalahan dalam kawasan pemanfaatan umumnya berkisar pada kebijakan dan peraturan yang mempengaruhi penggunaan, difusi, implementasi, dan pelembagaan (Seels Barbara B dan Richey Rita C, 1994:51).
Jadi, semua yang terlibat dalam kawasan pemanfaatan mempunyai tanggungjawab untuk mencocokkan pembelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pembelajar agar dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pembelajar, serta memasukkannya ke dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.


Contoh kebijakan dan regulasi
Dalam UU SISDIKNAS  20 Tahun 2003 bab XI pasal 42 tentang pendidik dan tenaga kependidikan, disebutkan bahwa: 
(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang
kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi
yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
PP yang mengatur lebih lanjut tentang kualifikasi guru terdapat dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan guru adalah pendidik profesional. Untuk itu, guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana atau Diploma IV (S1/D-IV) yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran.

Hal itu juga diperjelas lagi dalam Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang Guru dan Dosen merupakan suatu ketetapan politik bahwa pendidik adalah pekerja profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebut.
Dalam UUGD ditentukan bahwa seorang :
1)      Pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran.
2)      Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D-IV) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen.
3)      Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian adalah kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat.
Kompetensi profesional adalah kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.
Untuk dapat menetapkan bahwa seorang pendidik sudah memenuhi standard profesional maka pendidik yang bersangkutan harus mengikuti uji sertifikasi guru untuk pendidikan dasar dan menengah, serta uji sertifikasi dosen untuk pendidikan tinggi.









BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pada dasarnya dalam teknologi pembelajaran terbagi kedalam empat kawasan, yaitu kawasan desain, kawasan pemanfaatan, kawasan pengelolaan dan kawasan penilaian. Sedangkan implementasi dan pelembagaan, kebijakan dan regulasi termasuk ke dalam kawasan pemanfaatan teknologi pembelajaran.
Implementasi merupakan penerapan dari bahan yang meliputi materi dan media dalam proses belajar mengajar yang sesungguhnya. Di dalam penerapan akan terbentuk suatu pelembagaan yang menyangkut metode yang akan digunakan secara terus menerus, yang berlandaskan kebijakan-kebijakan dari pemerintah. Dimana kebijakan-kebijakan tersebut berpengaruh pada penggunaan, difusi, implementasi, dan pelembagaan.



DAFTAR PUSTAKA

Nasution. 1994. Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rohmat. 2010. MEDIA PEMBELAJARAN Suatu Pengantar. Yogjakarta: Logung Pustaka.

http://KajianIlmuKebijakandanPengertianKebijakan”CARIILMUONLINE.BORNEO.htm. Diakses 19 Mei 2011





[1] Prof.Dr. Nasution, MA. Teknologi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 1994). Hlm 43


[3]http://KajianIlmuKebijakandanPengertianKebijakan”CARIILMUONLINE.BORNEO.htm. Diakses 19 Mei 2011

KAWASAN PEMANFAATAN (MEDIA DIFUSI - INOVASI)

00.00 Edit This 0 Comments »
BAB I
PENDAHULUAN

Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara pembelajaran dengan bahan atau system pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan pembelajaran dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapakan pembelajaran agar dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pembelajaran, serta memasukkannya ke dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.
Kawasan pemanfaatan merupakan kawasan Teknologi Pembelajan, mendahului kawasan desain dan produksi media pembelajaran yang sistematis. Usaha membuat pengajaran lebih konkret dengan menggunakan media banyak dilakukan orang. Berbagai jenis media memiliki nilai kegunaan masing-masing.

BAB II
PEMBAHASAN

  1. PENGERTIAN KAWASAN PEMANFAATAN
Menurut Barbara (1994 :50), pemanfaatan adalah aktifitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran. Misalnya bagaimana suatu film diperkenalkan atau ditindak lanjuti dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan.
Prinsisp-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan dengan karakteristik pembelajaran. Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan ketrampilan visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dari praktek atau sumber belajar.

  1. MEDIA
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang artinya secara harfiah berarti “tengah, perantara, atau pengantar”. Dalam bahasa Arab, Media adalah perantara (ﻮﺴﺎﺌﻞ) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuaat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan, atau sikap.
Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektrolis untuk menangkap, memperoleh dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
AECT(1977),  memberi batasan tentang media sebagai berikut segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.  Sedangkan menurut Fleming (1987 : 234), media adalah penyebab atau alat yang turut ikut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya.
Jadi, media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa.
Pada tahun 50-an, media disebut sebagai alat bantu audio-visual, karena pada masa itu peranan media memang semata-mata untuk membantu guru dalam mengajar. Berbagai bentuk media dapat digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar kearah yang lebih konkret. Pengajaran dengan menggunakan media tidak hanya sekedar menggunakan kata-kata (symbol verbal), sehingga dapat kita harapkan diperolehnya hasil pengalaman belajar yang lebih berarti bagi siswa.
  1. ANEKA RAGAM MEDIA (DIKLASIFIKASIKAN BERDASARKAN CIRI-CIRI TERTENTU)
Menurut Brets, ada beberapa kelompok media berdasarkan 3 ciri yaitu : suara (audio), bentuk (visual), dan gerak (motion).


  • Media audio-motion-visual, yakni media yang mempunyai suara, ada gerakan dan bentuk objektif dapat dilihat.
Contoh : Televisi, film bergerak, dsb.

  • Media audio-still-visual yakni media yang mempunyai suara, objeknya dapat dilihat, namun tidak ada gerakan.
Contoh : film strip bersuara, slide bersuara.

  • Media audio-semi motion yakni media yang mempunyai suara dan gerakan, namun tidak dapat menampilkan suatu gerakan secara utuh.

Contoh :papan tulis jarak jauh, tele-background.

  • Media motio-visual yakni media yang mempunyai ganbar objek bergerak, tapi tanpa mengeluarkan suara.

Contoh : film bisu yang bergerak.

  • Media still-visual yakni media yang mempunyai objek namun tidak ada gerakan.

Contoh : slide tanpa suara.

  • Media audio yakni media yang hanya menggunakan suara.

Contoh : radio, telepon, dsb.

  • Media cetak, yang tampil dalam bentuk bahan-bahan tercetak/tertulis.

Contoh : buku, modul dan pamflet.
Disamping penggolongan menurut Brets tersebut diatas, masih ada kelompok media yang lain dalam bentuk objek nyata, baik itu berupa benda, hewan, tumbuhan, dan bahkan manusia sendiri, yang dapat berfungsi sebagai media dalam pengajaran. Kelompok ini disebut realia. (R. Ibrahim, 1996 : 114)
Dapat disimpulkan bahawa berbagai jenis media tersebut pada dasarnya dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar, yaitu media cetak, media elektronik, dan objek nyata tau realia.

  1. FUNGSI MEDIA DALAM PEMBELAJARAN
Menurut Levied dan Lentz (1982), mengemukakan 4 fungsi media pembelajan , khususnya media visual, yaitu a) fungsi atensi, b) fungsi afeksi, c) fungsi kognitif, dan d) fungsi kompensatoris.
Sedangkan menurut Yudhi Munadi (2008 : 37), membagi fungsi media menjadi lima, yakni :
1)      Fungsi media sebagai sumber belajar
2)      Fungsi semantik
Yakni kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (symbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik (tidak verbalitas).
3)      Fungsi manipulatif
Fungsi ini didasarkan pada ciri-ciri (karakteristik) umum yang dimilikinya.
4)      Fungsi Atensi
Media pembelajaran dapat meningkatakan perhatian (attention) siswa terhadap materi ajar.
5)      Fungsi Sosio-Kultural
Fungsi media dilihat dari sosio-kultural, yakni mengatasi hambatan sosio-kultural anatar peserta komunikasi pembelajaran.
Sedangkan menurut Sudjana dan Rivai (1992 : 2), mengemukakan fungsi media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu :
  1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan dapat menumbuhkan motivasi belajar.
  2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinnya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.
  3. Metode mengajar akan lebih bervariasi.
  4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
  5. CIRI-CIRI MEDIA PENDIDIKAN
Gerlach & Ely (1971), mengemukakan tiga cirri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya.
  1. Ciri Fiksatif
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurutkan dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape,film, dsb.
  1. Ciri Manipulatif
Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki cirri manipulative. Kejadian yang memekan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording.
Misalnya, bagaimana proses larva kepompong kemudian menjadi kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tersebut. Manipulasi kejadian atau objek dengan jalan mengedit rekaman dapat menghemat waktu.
  1. Ciri Distributif
Ciri distributive dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secaraasamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relative sama mengenai kejadian itu.

  1. DIFUSI INOVASI  
  2. PENGERTIAN INOVASI
Secara umum, Inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967) mendefinisikan Inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan sebab akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Fullan (1996) menerangkan bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.
  1.                             II.            PENGERTIAN DIFUSI
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat diangap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.

  1. UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI
Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama, meliputi:
  1. Inovasi
  2. Saluran komunikasi
Komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa difusi dapat dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi dari proses difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang individu mengkomunikasikan suatu ide baru ke seseorang atau beberapa orang lain.
Rogers menyebutkan ada empat unsur dari proses komunikasi ini, meliputi:
  1. Inovasi itu sendiri
  2. Seorang individu atau satu unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan atau pengalaman dalam menggunakan inovasi
  3. orang lain atau unit adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi
  4. saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential adopter) melalui saluran komunikasi tertentu.
  1. Kurun waktu tertentu; dan.
Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam hal:
  1. Proses keputusan inovasi, yaitu tahapan proses sejak seseorang menerima informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi
  2. Keinovatian individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe adopter (adopter awal atau akhir)
  3. Rata-rata adopsi dalam suatu sistem, yaitu seberapa banyak jumlah anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu.
  4. Sistem sosial
Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.

  1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIVUSI INOVASI
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa tujuan utama proses difusi adalah agar diadopsinya suatu inovasi. Namun demikian, seperti terlihat dalam model proses keputusan inovasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi tersebut.
Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi.
  1. a.    Karakteristik Inovasi
Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi:
1) keunggulan relatif (relative advantage),
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
2) kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
3) kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
4) kemampuan diuji cobakan (trialability)
Kemampuan untuk diuji cobakan adalah dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukkan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
5) kemampuan diamati (observability).
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
  1. b.      Saluran Komunikasi
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama (mutual understanding) antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dengan demikian diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh:
1) partisipan komunikasi
2) saluran komunikasi.
Dari sisi partisipan komunikasi, Rogers mengungkapkan bahwa derajat kesamaan atribut (seperti kepercayaan, pendidikan, status sosial, dan lain-lain) antara individu yang berinteraksi (partisipan) berpengaruh terhadap proses difusi. Semakin besar derajat kesamaan atribut partisipan komunikasi (homophily), semakin efektif komuniksi terjadi. Begitu pula sebaliknya, Semakin besar derajat perbedaan atribut partisipan (heterophily), semakin tidak efektif komunikasi terjadi. Oleh karenanya, dalam proses difusi inovasi, penting sekali untuk memahami betul karakteristik adopter potensialnya untuk memperkecil “heterophily”.
Sementara itu, saluran komunikasi juga perlu diperhatikan. Dalam tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis saluran komunikasi tertentu memainkan peranan lebih penting dibandingkan dengan jenis saluran komunikasi lain.
Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip sebagai berikut:
1) saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi;
2) saluran kosmopolit lebih penting pada tahap penetahuan dan saluran lokal relatif lebih penting pada tahap persuasi.
3) saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter)
4) saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan denan saluran local bagi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
  1. c.       Karakteristik Sistem Sosial
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah:
1) struktur sosial (social structure)
2) norma sistem (system norms)
3) pemimpin opini (opinion leaders)
4) agen perubah (change agent).
Struktur social adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Struktur ini memberikan suatu keteraturan dan stabilitas prilaku setiap individu (unit) dalam suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi suatu perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) seperti dikutip oleh Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem social dimana individu tersebut berada.
Norma adalah suatu pola prilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem social yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem social. Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi denan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem social berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
“Opinion Leaders” dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yaitu orang-orang tertentu yang mampu mempengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana prilakunya (baik mendukung atau menentan) diikuti oleh para penikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh (opinion leaders) memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
  1. JENIS & AKIBAT-AKIBAT KEPUTUSAN INOVASI
a.  Jenis-jenis Keputusan Inovasi:
1. Keputusan inovasi kolektif
2. Keputusan inovasi otoritatif
3. Keputusan inovasi kontingensi
4. Keputusan Inovasi Pilihan
b.  Akibat-akibat Inovasi
1. Diinginkan >< Tidak diinginkan
2. Langsung >< Tidak langsung
3. Diantisipasi >< Tidak Diantisipasi


BAB III
PENUTUP


Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran. Misalnya bagaimana suatu film diperkenalkan atau ditindak lanjuti dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan.  Dengan demikian pemanfaatan menuntut adanya penggunaan, difusi, implementasi dan pelembagaan yang sistematis.




DAFTAR PUSTAKA

Arief S Sadimin. Media Pendidikan. Jakarta : Pustekkom Dikbud dan PT Raja Grafindo
Azhar Arsyad. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo
Barbara B Seels. 1994. Teknologi PembelajaranDefinisi dan Kawasannya. Jakarta : Unit Percetakan UNJ
R. Ibrahim. 1996. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : RINEKA CIPTA
Rohmat. 2009. Terapan Teori Teknologi Instruksional. Yogyakarta : Logung Pustaka
Yudhi Munadi. 2008. Media Pembelajaran. Jakarta : Gaung Persada Pers