Welcome to hidayah's blog..... matur thank you nggiih..

PERNIKAHAN BEDA AGAMA

23.51 Edit This 0 Comments »
BAB I
PENDAHULUAN

Sesuai hakikat manusia yang membedakan makhluk hidup lainnya, sudah menajdi kodrat alam sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya didalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
Menikah merupakan suatu anjuran bagi umat islam. Dan mengingat dinegara Indonesia ini diakui berbagai macam agama dan kepercayaan, maka tidak mengherankan apabila sering dijumpaiatau mendengar adanya perkawinan beda orang-orang yang berbeda agama atau kepercayaan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN
Arti perkawinan yang disebut “nikah” dan perkataan “riwaaj”. Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya dan arti kiasan. Arti yang sebenarnya dari pada nikah adalah “dham” yang berarti “meghimpit”, “menindah” atau “berkumpul”. Sedangkan yang arti kiasan ialah “wathaa” yang berarti “setubuh” atau “aqad” yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan.
Perkawinan antar agama adalah ikatan lahiir dan batin antara seorang priadan wanita yangkarena berbeda agama, menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata ara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

B.     HUKUM NIKAH BEDA AGAMA
Berdasarkan hokum munakahat yang diajarkan islam kepada para penganutnya ialah perkawinan (pernikahan) yang benarkan oleh Allah SWT adalah suatu perkawinan yang didasarkan pada satu akidah, di samping cinta dan ketulusan hati dari keduanya. Dengan landasan dan naungan keterpaduan itu, kehidupan suami isteri akan tentram, penuh rasa cinta dan kasih saying. Keluarga mereka akan bahagia dan kelak memperoleh keturunan yang sejahtera lahir batin.
Berdasarkan firman Allah SWT :

Ÿwur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sム4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 7px.ÎŽô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu…”. (QS. Al-Baqarah : 221)
Perselisihan di antar ulama berkaitan dengan hukum menikah dengan orang berbeda agama adalah dilatar belakangi oleh masalah status orang yang beda menghukumi boleh menikah dengan oaring yang beda agama dikarenakan mereka dianggap sebagai ahlil kitab. Sedangkan ulama yang tidak membolehkan menikah dengan oaring yang beda agama dikarenakan mereka dianggap sebagai orang musyrik yang telah mempersekutukan sesuatu dnegan Allah.

Pandangan beberapa ulama menikah dengan beda agama
Beberapa pandangan ulama mengenai beberapa teks ayat atau hadits Nabi Muhammad SAW aadalah sebagai berikut :
1.      Wanita islam dengan pria bukan islam. Seluruh ulama sejak zaman sahabat hingga abad modern ini sepakat bahwa wanita islam haram hukumnya kawin dengan pria bukan islam. Dasar keharamannya termaktub di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah : 221
Ÿwur (#qßsÅ3Zè? tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sム4 Óö7yès9ur í`ÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 78ÎŽô³B öqs9ur öNä3t6yfôãr&
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu”.
Firman Allah diatas menengaskan kepada para wali untuk tidak menikahkan wanita islam dengan laki-laki bukan islam. Keharamannya bersifat mutlak, artinya wanita islam mutlak haram kawin dengan laki-laki selain islam baik laki-laki musyrik atau ahlikitab. Dengan begitu dapat ditegaskan bahwa satu syarat sahnya perkawinan seorang wanita islam ialah pasangannya harus pria islam.
Tidak bolehnya wanita muslimah menikah dnegan orang yang berbeda agama dikuatkan oleh frman Allah tentang permpuan-permpuan muminah yang turut hijrah ke madinah : “Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka” (QS.Mumtahanah : 10).
Dalam ayat ini tidak ada pengecualian untuk ahli kitab. Oleh karena itu hukumnya berlaku secara umum. Yang boleh, ialah laki-laki muslim kawin dengan perempuan Yahudi atau Nasrani. Bukan sebaliknya, sebab laki-laki adalah kepala rumah tangga dan mengurus serta yang bertanggung jawab terhadap perempuan.
2.      Pria islam dengan wanita bukan islam. Dalam kitabnya, Tafsir Ayat Al-Ahkam, Ali Al-Sayis menjelaskan makna muhshanat dalam ayat 5 Surat Al-Maidah :
àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB ÏM»oYÏB÷sßJø9$# àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNä3Î=ö6s%
Artinya : “wanita-wanita yang menjaga kehormatan (al-muhsanat) di antara wanita-wanita yang beiman  dan wanita-wanita yang menajaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi Al-Kitab” adalah wanita yang merdeka (bukan hamba sahaya).”
Demikian pula Ali Al-Sahabuni menjelaskan dalam Kitab Tafsir Ayat Al-Ahkamnya bahwa maksudnya adalah mengawini perempuan-permpuan merdeka dari perempuan-perempuan mukmin dan perempuan ahlulkitab. Sedangkan Mufassir lainnya mengatakan bahwa Al-Muhsanat adalah perempuan-perempuan yang memelihara kehormatan dirinya.
a.       Melarang secara mutlak
Firman Allah SWT :
(#ÿräsƒªB$# öNèdu$t6ômr& öNßguZ»t6÷dâur $\/$t/ör& `ÏiB Âcrߊ «!$# yxÅ¡yJø9$#ur šÆö/$# zNtƒötB !$tBur (#ÿrãÏBé& žwÎ) (#ÿrßç6÷èuÏ9 $Yg»s9Î) #YÏmºur ( Hw tm»s9Î) žwÎ) uqèd 4 ¼çmoY»ysö7ß $£Jtã šcqà2̍ô±ç ÇÌÊÈ
Artinya  : “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah : 31)
Dengan demikian, seorang wanita musrik haram dikawini oleh seorang pria islam.
b.      Memperkenankan (memperbolehkan)secara mutlak
Dalil yang dibolehkan menikah dengan ahli kitab didasarkan kepada firman Allah SWT :
àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB ÏM»oYÏB÷sßJø9$# àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNä3Î=ö6s%
 Artinya : “Dan dihalalkan mangawini  wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.”(QS. Al-Maidah :5)

Yusuf Qardlawi berpendapat bahwa kebolehan nikah dengan kitabiyah tidak mutlak, tetapi dengan ikatan-ikatan (quyud) yag wajib untuk diperhatiakn, yaitu :
1.      Kitabiyah itu benar-benar berpegang pada ajaran samawi,
2.      Wanita kitabiyah yang muhshanah (memelihara kehormatan diri dari perbutana zina),
3.      Ia bukan kitabiyah yang kaumnya berada pada status permusuhan atau peperangan dengan kaum muslimin,
4.      Diablik perkawinan dengan kitabiyah itu tidak akan terjadi fitnah, yaitu Mafsadad.

C.    NIKAH BEDA AGAMA DALAM UU PERKAWIANAN
Pasal 2 (1) UUP berbunyi, “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hokum maisng-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Di dalam penjelasan UUP itu dinyatakan bahwa, “dengan perumusan pasan 2 (1) ini, tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu sesuai dengan undang-undnag dasar 1945”. Prof Dr. Hazairin, S.H secara tegas menafsirkan pasal 2 (1), “bagi orang islam tidak ada kemungkinan untuk kawin dengan melanggar hokum-hukum agamanya sendiri. Demikian juga bagi orang Kristen dan bagi orang Hindu atau Hindu-Buddha seperti dijumpai di Indonesia.

Merujuk pada Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 (1) jo 8  (f) terhadap beberapa hal diatas, maka cenderung menyerahkan sepenuhnya kepada hokum agama masing-masing pihak untuk menentukan diperbolehkan atau dialrangnya perkawinan antar agama. Untuk itulah maka agama-agama selain islam yang diakui eksistensinya di Indonesia memiliki pandnagan yang sedikit berbeda.
Oleh karena, (1) Agama Katholik pada prinsipnya melarang dilakukannya pekawinan antaragama, kecuali dalam hal-hal tertentu uskup dapat memberikan dispensi untuk melakkan perkawinan antar agama, (2) agama protestan membolehkan dilakukkannya perkawinan antaragama dengan syarat bahwa pihak yang bukan Protestan harus membuat surat pernyataan tidak berkeberatan perkawinannya dialngsungkan di gereja protestan, (3) Agama Hindu dan Buddha melarang dilakukannya perkawinan antaagama.



BAB III
PENUTUP

Dari uraian diatas dapat disimpulkan adanya prinsip pokok padangan agama islam terhadap masalah perkawinan antar agama islam dengan orang-orang yang bukan agama islam yaitu :
1.      Melarang perkawinan umat islam dengan orang-orang yang beragama penyembah berhala dan kaum atheis.
2.      Melarang perkawinan antar wanita islam dengan bukan islam.
3.      Mengenai perkawinan antar laki-laki muslim dengan wanita bukan muslim yang ahli kitab, terdapat yaitu :
-          Melarang secara mutlak
-          Memperkenal secara mutlak


DAFTAR PUSTAKA

Hasbiyallah. 2009. Masail Fiqhiyah. Jakarta Pusat : Direktorat Jendaral Islam Departemen Agama RI.
Mahyuddin. 2003. Masail Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini. Jakarta : Kalam Mulia.

0 komentar: